Friday, December 19, 2008

ASAL USUL KAPITALISME

Perlu diketahui pembaca bahwa: gemar membaca menurut diriku tidak terlalu benar, lho kenapa? karena setelah diriku belajar nulis, tampak nyata sekali bahwa antara nulis vs mbaca tingkat kesulitannya beda jauuh, logikanya: ndak mungkin semua pemikiran penulis layak untuk dijadikan tulisan, (banyak berbau sara, takhyul, menyinggung perasaan orang lain, dsb) otomatis banyak pemikiran asli yang kena edit dan itu (pastinya) mengurangi bobot originalitas to? Pemikiran ini bukannya tanpa alasan, menurut pendapat dari wartawan senior: dua pertiga dari berita itu pasti tidak akan dimuat. Mengapa? karna kalo nekat dimuat pasti banyak mbikin kekacoan, provokasi, polemik berkepanjangan dsb. Itulah sebapnya banyak orang yang memilih media warung kopi atau pos kamling sebagai sarana meng utarakan pendapat. Jadi kesimpulannya: jangan nganggep orang yang koleksi bukunya sampek satu bufet itu pinter, (sori jangan ada yang tersinggung). Bagi saya yang bener2 pinter itu adalah orang yang telah ngarang buku sampek satu bufet. Itulah sebabnya penulis masih merasa sangat guoblok karena hasil tulisannya masih sangat jauh dari satu bufet.... Nah dalam rangka menuju satu bufet itu sekarang penulis mau nyicil tulisan lagi, dan dijamin ngawur.


Orang2 saling bertanya, kenapa kok barang2 muahal? kenapa pemimpin ndak mihak rakyat? kenapa kriminal ada dimana mana? bagaimana cara mengatasi semua kegilaan yang ndak jelas ujung pangkalnya itu? Sekarang penulis mau ngangkat asal usul peradaban yang ruwet ini, permulaan sejarah ndak jelas tahun berapa, tapi dari petunjuk di Kitab Suci kita bisa ngira2 kapan pertama kali adanya pemerintahan. Tampak jelas sekali bahwa produk kehidupan ini dicetak oleh banyak pemikiran, banyak percobaan, banyak kegagalan, dan semuanya saling ndukung pada tulisan2 ku terdahulu (kebenaran sejati, nyolong terselubung alias korupsi, feodalisme vs demokrasi).


Pada mulanya semua orang di dunia ini bebas merdeka, entah orang2 itu kerjaannya mancing, entah njebol telo, entah menek klopo, pokoke merdeka ndak ada yang nyuruh2. Terus timbullah apa yang disebut dengan “pemerintahan”, entah itu namanya “raja”, entah itu “presiden”, entah itu kepala rampok, entah itu kepala preman, entah apapun itu namanya! yang jelas orang itu adalah “penguasa” atau orang yang paling sakti sendiri. Terus timbul masalah: orang2 yang bebas merdeka alias tarzan2 itu tadi tidak ada yang mau disuruh kerja (tentu saja). Lha disuruh kerja aja ndak mau apalagi disuruh maju perang? Jelas ndak mungkin mau! padahal yang namanya raja ini butuh t e n t a r a . Logikanya begini: kalo raja sampek ndak punya pasukan, apa kena disebut raja? daripada dianggap wong gendeng akhirnya penguasa mulai nyusun rencana.


Maka sang penguasa menyiapkan skenario, yang pertama adalah orang2 dibohongi: “ayo kita mbela kebenaran dan keadilan, kita angkat senjata!”, jika skenario pertama ini ndak berhasil maka dipersiapkan skenario kedua yaitu: pemaksaan alias penodongan “hayo! kalian harus nurut sama aku! kalo tidak nanti kubunuh!”, jika skenario itu masih gagal juga maka dipakailah cara terakhir yaitu: dibuat MELARAT dulu!....caranya? Gampang saja, yang namanya maling diperbanyak, yang namanya rampok diopeni, gunanya apa? supaya orang2 itu melarat..... Lha gimana ndak melarat lha wong semua hasil panen mereka dicolong! Terus setelah orang2 itu kelaparan, raja ngomong begini: “sekarang semuanya ikuto saya, nanti saya kasih makan, saya kasih seragam, terus.... majuo p e r a n g ! nanti yang menang saya kasih m e d a l i ! Te ntu saja orang2 nurut, lha mau gimana lagi? urusan isi perut aja mereka ke bingungan.


Okelah itu zaman purba pake cara gitu, lha terus apa zaman sekarang ndak ada perbudakan? daripada berpendapat ngawur sekarang kita lihat faktanya dulu: Zaman sekarang memang ndak ada budak belian, tapi ada yang disebut dengan bunga bank, ada lagi produk dengan nama “model mentereng cicilan enteng” atau “si gesit irit”. Percaya atau tidak semua produk itu adalah “instrumen perbudakan”, bagaimana mungkin? logikanya begini: dealer dibayar telo pasti marah, pom bensin dibayar gedang pasti ngamuk!, konter hp dibayar klopo pasti muring2. Maunya mereka dibayar KERTAS yang diberi nama UANG, nah disitulah skenario perbudakan dimulai. Kita nyetak uang sendiri ndak mungkin to? (yang nekat nyetak pasti masuk penjara!). Otomatis kita harus manut sama orang2 yang kerjaannya nyetak uang itu tadi. Dengan kata lain kita harus jadi budaknya! Intinya begini: zaman dulu perbudakan itu pake senjata, ternyata zaman sekarang senjata tidak perlu, sekarang kasih aja dengan CICILAN, maka otomatis lah orang2 itu akan mendaftarkan dirinya sebagai “budak”. Sampeyan ndak percaya? lihat aja PJTKI di kota sampeyan! pasti ruame....


Lho kenapa kok ternyata perbudakan masih ada? logikanya begini: uang diciptakan untuk membuat kita tergantung padanya (seperti narkoba), dan kalo sudah tergantung kita akan manut disuruh ngalor ngidul apa katanya orang yang pekerjaannya ngedarkan uang itu. Kalo kita nurut aja, maka bukannya kita tambah kaya tapi akan jatuh MELARAT. Ah mosok sih? penulis punya banyak data sekaitan ini: banyak bank ataupun negara kaya yang suka memberi kita PINJAMAN walaupun sudah jelas kita ndak mungkin bisa mbayar! mengapa? karena kalo sampek macet nanti kita akan jadi budaknya (pada dasarnya uang itu cumak kertas yang nilainya kita sepakati, bahkan cuma bayangan di mesin atm. Sehingga pihak pencetak uang lebih menghargai KERINGAT kita atau aset kita daripada uang itu sendiri). Inti dari keadaan ini adalah: jika seandainya semua orang itu kaya, siapa yang mau disuruh kerja? seperti Malaysia itu, nyari tukang cuci piring aja sulitnya minta ampun!


Itulah sebapnya kebanyakan produk di dunia ini malah menjerumuskan kita untuk semakin meng habiskan uang, lihat aja itu henpon, apalagi mobil. Arahnya jelas: semakin banyak benda yang kita miliki, semakin kita tergantung kepada uang untuk ngopeni barang itu. Sampek pada akhirnya kita bener2 tidak punya kebebasan lagi, kita diuber oleh sesuatu yang bernama: absen, schedule, deadline, overtime, bunga bank, dll. Bukankah itu semuanya identik dengan perbudakan? biarpun tanpa rantaipun kita akan terikat sangat erat, hingga tanpa sadar pola pikir kita pun tercetak hanya untuk kerja dan kerja. Siapa yang paling diuntung kan dalam kondisi ini? para penguasa tentunya, penguasa zaman sekarang id card nya bukan raja tapi KAPITALIS.


Dalam rangka memastikan rencana para kapitalis ini berjalan mulus maka mereka mendirikan fasilitas yang bernama “sekolah”, tujuannya jelas, untuk memastikan supply “budak” tidak akan pernah habis. (Tulisan ini diilhami oleh buku2 karangan Robert T Kiyosaki yang mengajarkan supaya orang2 jangan sekolah) Tampak nyata sekali bahwa skenario para kapitalis ini telah kebablasan, orang yang bahkan ndak ada hubungan nya sama sekali dengan kapitalisme ikut terkena dampaknya (tulisan ini bukan omong kosong, efek dari kapitalisme jelas, yang kaya semakin kaya, yang melarat tambah njejeput.) Orang2 yang terkondisi dengan sistem “sekolahan” akan secara otomatis mendaftarkan dirinya sebagai “karyawan”, sedemikian hebatnya perubahan pola pikir ini sampek2 orang yang bukan termasuk karyawan dianggap hina. Yang lebih parah lagi sampek orang lebih menghargai id card atau “seragam” daripada sekedar uang (pernyataan ngawur ini bukannya tanpa alasan, lihat saja berita di koran2, banyak tentara “gadungan” ketangkep, lho kenapa mereka nyamar jadi tentara? karna saking kepinginnya jadi tentara) yang jelas perubahan pola pikir ini telah begitu jauh sampek orang2 merasa malu sebagai orang “biasa”


Sekarang penjelasan terakhir mengenai kapitalisme ini, bagaimana sikap kita? dalam kenyataan nya sistem ini telah berjalan dari generasi ke generasi sampek dianggap sebagai kebenaran, (itulah sebabnya kebenaran sejati itu sulit, menurut temanku bukan apa atau siapa yang benar, tapi yang penting adalah bagaimana kita mem perjuang kan pendapat kita itu sampek diakui sebagai “kebenaran”. Pendapat ini bagaimanapun juga ada buktinya, contonya waktu kita mbikin tugas akhir atau skripsi, pastinya kita akan di test dihadapan tim penguji to? biarpun hasil analisis kita benar tapi kita kalo kita sampek kalah didepan tim penguji maka sia sia aja kebenaran itu) Intinya adalah kita harus punya sikap sendiri dalam menghadapi kegilaan sistem dunia ini, kapitalisme bagaimana pun daripada ditentang lebih baik kita hidup ber dampingan dengannya. Biarpun kita ini sebagai kuli tapi kita harus punya skenario sendiri bagaimana caranya kita tidak terjerumus dalam sistem itu.


Terus bagaimana sikap penulis terhadap kapitalisme? ya tenang aja, kan penulis termasuk pemalas, bukan pengrajin, otomatis ndak mungkin ada satupun kapitalis yang mau memperbudak diriku ini. he he he


Salam..... Nanang si pemalas


**Originally sent by Nanang at Dec 5, 2008

0 comments:

LIA AFIF ONLINE BOUTIQUE

REUNI AKBAR SMA 2 JOMBANG ALUMNUS 91-95

REUNI AKBAR SMA 2 JOMBANG ALUMNUS 91-95
Pusat Informasi Reuni Akbar SMA Negeri 2 Jombang Alumnus 1991-1995 bulan September 2009 di Jombang

About Me

Followers

Akhirnya